"Aku nggak mau kita jauhan...!" pekikku. Aku, kan, terus bertekat untuk meminta KEPASTIAN atas keputusannya itu.

"Nggak. Kalau kita nggak jauhan, bakal selamanya aku diginiin!" Raya tetap keukeuh. "Aku nggak mau di anggep cupu atau apalah."

Raya pun berlari meninggalkanku dan Narin.

"Tapi, tapi, kan, mereka--" aku menatapnya nanar.

"Ah, sudahlah!" hibur, Narin. "Tak usah dipikirkan"

"Apalah arti kebersamaan kita selama ini, kalau pada akhirnya dia akan meninggalkan kita juga!!" ujarku, kesal.

"Padahal, dia sendiri yang membuat janji kebersamaan ini, dengan memberikan gelang PERSAHABATAN!!" Narin turut kesal.

"Yuk, masuk ke kelas." ajakku, kemudian.

"Okeh, yuk!" Narin menggenggam tanganku.

"Eh, kemana aja kalian?!" tanya Lany, saat mendapati kami tengah masuk ke dalam kelas.
"Habis pulang dari melayat ke pemakaman seseorang." jawabku, setengah nyengir.
"Yoiii..." dukung Narin. "Panes banget suasananya tadi!"
"Pemakaman? Yang bener aja!" sahut Lany, bingung. "Siapa yang meninggal?"
Aku tak menjawab. Tapi, sedetik kemudian, Narin mengeluarkan suara. "Pemakaman persahabatan." ujarnya, pelan.
"Ooo..." jawab Lany, mengerti.

"Seandainya ada Anka disini...." kataku, membatin kelu.

"Aku nggak mau kita jauhan...!" pekikku. Aku, kan, terus bertekat untuk meminta KEPASTIAN atas keputusannya itu.

"Nggak. Kalau kita nggak jauhan, bakal selamanya aku diginiin!" Raya tetap keukeuh. "Aku nggak mau di anggep cupu atau apalah."

Raya pun berlari meninggalkanku dan Narin.

"Tapi, tapi, kan, mereka--" aku menatapnya nanar.

"Ah, sudahlah!" hibur, Narin. "Tak usah dipikirkan"

"Apalah arti kebersamaan kita selama ini, kalau pada akhirnya dia akan meninggalkan kita juga!!" ujarku, kesal.

"Padahal, dia sendiri yang membuat janji kebersamaan ini, dengan memberikan gelang PERSAHABATAN!!" Narin turut kesal.

"Yuk, masuk ke kelas." ajakku, kemudian.

"Okeh, yuk!" Narin menggenggam tanganku.

"Eh, kemana aja kalian?!" tanya Lany, saat mendapati kami tengah masuk ke dalam kelas.
"Habis pulang dari melayat ke pemakaman seseorang." jawabku, setengah nyengir.
"Yoiii..." dukung Narin. "Panes banget suasananya tadi!"
"Pemakaman? Yang bener aja!" sahut Lany, bingung. "Siapa yang meninggal?"
Aku tak menjawab. Tapi, sedetik kemudian, Narin mengeluarkan suara. "Pemakaman persahabatan." ujarnya, pelan.
"Ooo..." jawab Lany, mengerti.

"Seandainya ada Anka disini...." kataku, membatin kelu.